Panja RUU KUHAP Rampungkan 1.676 DIM, Dibahas dengan Efisien

Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman. Foto : Dok/Andri
PARLEMENTARIA, Jakarta – Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyampaikan bahwa Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) telah merampungkan penyusunan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) sebanyak 1.676 poin. Ia menegaskan pentingnya percepatan pembahasan untuk menjawab kebutuhan reformasi hukum acara pidana di Indonesia.
“Kita sudah finalkan 1.676 DIM, terdiri dari 68 DIM perubahan, 91 DIM penghapusan, dan 131 DIM substansi baru. Ini menunjukkan komitmen kami untuk mempercepat proses legislasi demi hadirnya KUHAP yang lebih adil dan demokratis,” ujar Habiburokhman saat konferensi pers bersama Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Kamis (10/7/2025).
Menurutnya, KUHAP lama sudah tidak relevan dengan perkembangan hukum dan tuntutan masyarakat. Karena itu, Komisi III DPR RI mendorong agar pembahasan DIM dilakukan secara efisien dengan tetap mempertahankan kualitas dan ketelitian substansi.
“KUHAP yang lama itu sangat tidak reformis dan tidak demokratis. Sudah waktunya kita hadirkan KUHAP yang baru, yang menjamin keadilan bagi semua pihak. Timus dan timsin sudah bisa mulai bekerja malam ini, bahkan bisa secara online agar lebih efektif,” ungkap Legislator Fraksi Partai Gerindra itu.
Lebih lanjut, Habiburokhman juga menepis anggapan bahwa pembahasan RUU KUHAP tertutup dari partisipasi publik. Ia menegaskan bahwa sejak tahap penyusunan DIM pemerintah, diskusi-diskusi telah melibatkan masyarakat luas, termasuk akademisi, praktisi, dan lembaga swadaya masyarakat.
Hal tersebut turut ditegaskan Wamenkumham Edward Hiariej. Ia mengatakan bahwa pemerintah telah menggelar empat kali pertemuan bersama koalisi masyarakat sipil, serta satu forum nasional dengan perwakilan perguruan tinggi seluruh Indonesia yang dilaksanakan secara daring pada 28 Mei 2025.
“Partisipasi publik dalam penyusunan DIM ini luar biasa. Banyak sekali masukan dari masyarakat yang kami akomodasi, dan sebagian besar pasal yang ada justru berasal dari aspirasi publik,” pungkas Edward. (aha)